Jumat, 12 Desember 2014

Kerajaan Islam di Sumbawa


Masuk dan Berkembangnya Islam di Sumbawa
Sebelum Islam masuk ke wilayah ini sudah berdiri kerajaan Bima, kerajaaan Bima ini telah berdiri sejak tahun 1420. Kepercayaan masyarakat Bima ketika itu adalah Makakamba Makakimbi (kepercayaan akan adanya sesuatu kekuatan yang luarbiasa yang mengatur alam semsta). Kekuatan itu disebut Marafu, marafu itu berada dalam matahari, gunung, kayu besar, batu besar dan lain-lain sebagainya.
Islam masuk ke kepulauan Sumbawa dan sekitarnya pada pertengahan abad ke-17. Hubungan perniagaan dari pulau kepulau antara kerajaan Makassar dan pulau-pulau dibagian selatannya, membawa Islam segera masuk di kepulauan Sumbawa. Mubalig-mubalig dari Kesultanan Makassar memainkan peranan penting dalam penyebaran Islam di Sumbawa.
Pada tahun 1619 terjadi perebutan tahta di Kerajaan Bima yang belum Islam. La Kai memimpin beberapa bangsawan Bima melarikan diri ke Makassar. Selama di Makassar La Kai belajar agama Islam pada Dato’ ri Bandang dan Dato’ ri Tiro. Akhirnya atas bantuan bantuan Kesultanan Makassar, La Kai berhasil merebut tahta Kerajaan Bima. Kerajaan Bima menjadi Kesultanan Islam ketika La Kai, raja Bima yang ke-26 masuk Islam. ia masuk Islam pada tanggal 7 Februari 1621. Setelah masuk Islam ia bergelar Sultan Abdul Kahir.
Hubungan antara Kesultanan Makassar dan Bima semakin dekat setelah Sultan Abdul Kahir menikahi putri Karaeng Kasuarang yang merupakan adik ipar Sultan Aalauddin pada tahun 1625. Dari pernikahan tersebut lahir Sultan Abi Khair , sultan Bima yang kedua, dan sultan Bima yang ketiga ialah Sultan Hasanuddun.
Adanya pertalian agama dan diperkuat dengan pertalian daerah membuat hubungan antara Kesultanan Bima dan Makassar menjadi sangat kuat. Atas dasar inilah, Sultan Abil Khair Sirajuddin yang merupakan pemimpin dari Kesultanan Bima, langsung turun tangan membantu Kesultanan Makassar dalam menghadapi pasukan Belanda dalam perang Makassar, sehingga Wilayah Nusa Tenggara Barat selalu mendapat pengawasan ketat dari Belanda, karena mereka sangat takut daerah ini dijadikan pusat perlawan baru, bagi para bangsawan Makkasar yang tidak mau tunduk kepada Belanda.
Mundurnya Kerajaan Bima
Setelah bebas dari sergapan Belanda dalam perang Makassar, Sultan Abil Khair Sirajuddun beserta pasukannya membangun pertahanan baru di Pesisir Barat dan Selatan Teluk Bima untuk mempertahankan Bima dari Belanda, selain itu mereka juga aktif dalam menyerang kapal-lapal Belanda. Namun pada tahun 1669, Belanda berhasil membujuk Sultan Abil Khair Sirajuddin untik membuat perjanjian damai.
Perjanjian itu dekenal dengan “Perjanjian Rotterdam I” perjanjian ini mengakui Kesultanan Bima secara internal, tapi mengekang hubungannya dengan dunia luar. Hal ini menyebabkan kerugian besar untuk aktifitas dagang rakyat Bima, karena itu rakyat Bima menjadi marah dan menyerang kapal-kapal Belanda yang melewati perairan Bima.
Sikap rakyat Bima membuat Belanda memaksa Sultan Abil Khair untuk membuat perjanjian damai kembali yang dikenal dengan “Perjanjian Rotterdam II”. Setelah Sultan Abil Khair wafar, ia digantikan oleh Sultan Nuruddin Abu Bakar Ali Syah (1682-1687). Sultan Nuruddin segera melanjutkan perlawanan terhadap Belanda.

Yosi N

Tidak ada komentar:

Posting Komentar