Rabu, 31 Desember 2014

Fase Akhir Majapahit (2)

Buku ini mengkaji jaringan perdagangan Asia yang berpengaruh dalam perkembangan kebudayaan Indonesia sejak awal bukti-bukti sejarah tertulis dikenal s/d abad ke-20.
1. Bandar-bandar persinggahan kuno:
# Sumber-sumber tulisan kuno di Cina mengatakan bahwa hubungan perniagaan di pulau Jawa dengan dunia luar sudah ada sejak jaman sebelum Masehi. Jawa disebut dengan berbagai nama: Ye-po-ti, Yawadwipa, Shepo, dll. Perniagaan terjalin dengan berbagai kerajaan di Asia.
# Puncak kejayaan Jawa sebagai pusat perniagaan terjadi pada abad ke-13 s/d 15 (masa kejayaan Majapahit). Jawa menarik keuntungan besar dalam perniagaan dengan kerajaan di Asia lainnya dengan menguasai jalur perdagangan rempah-rempah yang berasal dari Indonesia Timur. Ditegaskan dalam transkripsi:
i. Naskah Marcopolo yang pada tahun 1271 berkunjung ke Sumatera, walaupun tidak singgah ke Jawa, menulis: Pulau itu kaya sekali. Ada semua rempah-rempah yang langka di dunia. Pulau itu didatangi sejumlah kapal besar dan pedagang yang membuat laba tinggi disana. Di pulau itu terdapat harta kekayaan sedemikian banyaknya hingga tak ada seorangpun didunia ini yang bisa menghitungnya dan menceritakannya.
ii. Naskah Negarakertagama menceritakan ada 98 nama tempat yang dikatakan tergantung pada Majapahit dalam perniagaan dan wajib membayar pajak yang kalau ditempatkan di peta meliputi keseluruhan wilayah Indonesia sekarang. Didalamnya ada 16 nama yang terletak di Semenanjung Melayu: Pahang, Langkasuka (Langkawi), Kelantan, Trengganu, Tumasik (Singapura), Kelang, Kedah.
# Kemajuan pesat Kesultanan-Kesultanan (abad ke-16 s/d 18): Dengan menyurutnya kekuasaan Majapahit dan penyebaran agama Islam mulai sekitar abad ke 15, peranan kegiatan perniagaan digantikan oleh Kesultanan yang tumbuh di Jawa: Giri, Demak/Pajang, Cirebon/Banten. Kesultanan menguasai perdagangan dengan dunia luar termasuk dengan pedagang-pedagang dari Eropa.
# Gerak surut di Bidang Politik dan Persaingan di Bidang Ekonomi (abad ke 19 s/d 20): Terpecahnya kesultanan-kesultanan di Jawa dalam masalah suksesi memberi kesempatan bagi Belanda campur tangan dan mengambil alih fungsi perdagangan di Jawa/Indonesia ke dunia luar. Kerajaan Jawa (Mataram) menyuruk kepedalaman dan lebih menggantungkan diri pada sektor pertanian, suatu perubahan drastis sekaligus kemunduran Jawa/Indonesia di bidang politik dan persaingan ekonomi. Note: Hal ini terjadi sampai saat ini dimana perdagangan di Indonesa masih sangat tergantung pada orang-orang asing dan sangat tertatih-tatih untuk bangkit kembali dalam kemandirian.
2. Pengaruh Islam: Menurut Danys Lombart dari penduduk Indonesia pada tahun 1988 yang 175 juta, kurang lebih 90% beragama Islam, atau sekitar 157 juta. Paling tidak separo dari 157 juta orang yang disebut statistik beragama Islam terdiri dari “orang Jawa” yang kebanyakan masih menganut pandangan hidup dan pola kerohanian yang jauh dari prinsip-prinsip Islam. Bagaimanapun juga, mustahil melihat kaum Muslim Indonesia sebagai suatu kebulatan. Ulama-ulama yang paling aktifpun menyadari keanekaan kaum Muslim di Indonesia yang ada adalah “berbagai corak Islam di Indonesia”. Penyebaran Islam di Indonesia sendiri bermula dari para pedagang yang mengarungi lautan sampai ke Madagaskar dan keseluruh Asia Timur dan Selatan. Oleh karena itu pengaruh Islam sangat menonjol didaerah pelabuhan di pesisir utara Jawa. Baru pada mulai abad ke 16, Islam menyebar melalui jaringan agraris dengan munculnya pesantren-pesantren di pedalaman pulau Jawa. Ini sejalan juga dengan peralihan pola hidup bangsa Jawa/Indonesia dari pola kehidupan perdagangan menjadi pola kehidupan agraris.
3. Pengaruh Cina: Lebih mudah melihat pengaruh Islam dalam masyarakat Jawa/Indonesia dibandingkan dengan pengaruh Cina. Walaupun ada penyerapan budaya Cina dalam masyarakat Jawa/Indonesia. Tapi agak berbeda dengan penyerapan pengaruh budaya Cina di daerah Asia Tenggara daratan seperti: Thailand, Burma, Vietnam, Kamboja, dan Laos yang relatif lebih terasa. Ini disebabkan karena para pendatang Cina ke Indonesia pada awalnya abad ke-15 justru mereka yang menyerap budaya lokal dengan menjadi petani dan beralih ke agama Islam. Sehingga pendatang Cina tidak dianggap sebagai ancaman pada masyarakat lokal dan membaur begitu saja dalam masyarakat Jawa/Indonesia. Bahkan ada beberapa sumber yang mengatakan bahwa beberapa dari “Wali Sanga” berkebangsaan Cina. Peralihan peranan pendatang Cina terjadi mulai abad ke 18 ketika Belanda mendatangkan banyak tenaga dari Cina untuk pembukaan perkebunan dan pertambangan. Setelah perkebunan menghasilkan, Belanda memberikan peranan pengumpul hasil perkebunan atau peranan distribusi pada sistem perdagangan. Ada tiga hal yang menyebabkan perubahan sikap pendatang Cina yang datang belakangan (sejak abad 18) dibandingkan dengan para pendatang Cina yang datang lebih dahulu:
# Kedatangan besar-besaran pada abad 18 dan 19 menimbulkan suatu kelompok besar komunitas Cina (sekitar 500.000 pada akhir abad ke-19) sehingga mereka berkeinginan punya identitas sendiri.
# Pendatang Cina membawa serta keluarga mereka sehingga tidak terjadi asimilasi natural dengan warga lokal.
# Perkembangan kebangkitan nasionalisme Cina pada akhir abad ke-18 yang berimbas membangkitkan kembali kebanggaan sebagai bagian dari kelompok etnis Cina.
Walaupun tidak sebesar pengaruh budaya India, budaya Islam, pengaruh budaya Barat. Ada juga pengaruh budaya Cina pada masyarakat Jawa/Indonesia yang terlihat pada busana, tarian, pertanian, adaptasi kata-kata bahasa Cina kedalam bahasa Jawa/Indonesia (arak, anglo, bakiak, petai, soto, dll). Cina di Indonesia, yang dahulu Muslim, mereka sedikit demi sedikit di-Cina-kan kembali. Karena disaingi oleh kaum borjuis (bangsawan) pribumi dan ditinggalkan oleh Belanda menjadi etnis minoritas disatu negeri dengan mayoritas Islam.
Struktur jaringan-jaringan perdagangan Asia yang rumit telah membentuk kebudayaan Indonesia. Lebih sekedar pengaruh Barat tapi juga pengaruh: resistensi budaya lokal, budaya India, budaya Islam, dan budaya Cina.
*) Tulisan ini terinspirasi dari diskusi, membaca, mengkaji sekira tahun 2010-an.

Banyu W

Tidak ada komentar:

Posting Komentar