Rabu, 31 Desember 2014

Masjid Dhirar, Masjid Kaum Munafik Yang Dihancurkan Di Zaman Nabi

desert1_OPT
Dan (di antara orang-orang munafik itu) ada orang yang mendirikan masjid untuk menimbulkan kemadharatan (pada orang-orang Mukmin), untuk kekafiran dan memecah belah antara orang-orang Mukmin serta menunggu kedatangan orang yang telah memerangi Allah dan Rasul-Nya sejak dahulu. Mereka sesungguhnya bersumpah,”kami tidak menghendaki selain kebaikan.”Dan Allah menjadi saksi bahwa sesungguhnya mereka itu adalah pendusta (dalam sumpahnya). (At-Taubah9:107)
Sebab turun ayat (asbabun nuzul) ini adalah pemberitahuan kepada Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam bahwa orang munafik membangun masjid dengan niat menghancurkan Islam
Ibnu Mardawaih rahimahullah meriwayatkan dari Ibnu Ishaq rahimahullah yang berkata, “Ibnu Syihab az-Zuhri menyebutkan dari Ibnu Akimah al-Laitsi dari anak saudara Abi Rahmi al-Ghifari Radhiallahu ‘anhu. Dia mendengar Abi Rahmi al-Ghifari Radhiallahu ‘anhu (dia termasuk yang ikut baiat kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam pada hari Hudaibiyah) berkata,
“Telah datang orang-orang yang membangun masjid dhirar kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam,pada saat beliau bersiap-siap akan berangkat ke Tabuk. Mereka berkata, “Wahai Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, kami telah membangun masjid buat orang-orang yang sakit maupun yang mempunyai keperluan pada malam yang sangat dingin dan hujan. Kami senang jika engkau mendatangi kami dan shalat di masjid tersebut.” Kemudian Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab,” Aku sekarang mau berangkat bepergian, insya Allah Azza wa Jalla setelah kembali nanti aku akan mengunjungi kalian dan shalat di masjid kalian.” Kemudian dalam perjalanan pulang dari Tabuk, beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam beristirahat di Dzu Awan (jaraknya ke Madinah sekitar setengah hari perjalanan). Pada waktu itulah Allah Azza wa Jalla memberi kabar kepada beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang masjid tersebut yang mereka niatkan untuk membahayakan kaum muslimin dan sebagai bentuk kekafiran.” Lubabun Nuqul fi asbabin nuzul hal. 111, Darul Maktabah Ilmiyyah, syamilah
Kaum munafik membangun dengan niat yang jelek
Syaikh Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin rahimahullah berkata, “Masjid Dhirar dibangun dengan niat yang jelek.. mereka adalah orang munafik tujuan mereka:
1. Menyaingi dan membahayakan masjid Quba, oleh karena itu dinamakan Masjid dhirar (artinya: membahayakan, dan masjid ini dibangun hampir bersamaan dengan masjid yang pertama kali yaitu masjid Quba, pent).
2. Kafir kepada Allah, karena ditetapkan padanya kekafiran/pengingkaran karena yang membangunnya adalah orang munafik
3. Memecah belah kaum muslimin
4. Untuk memata-matai (kaum muslimin) bagi mereka yang memerangi Allah dan Rasul-Nya. Ada seorang laki-laki fasik pergi ke Syam yang bernama Abu ‘Amir (ia selalu memerangi kaum muslimin dan kalah, kemudian ke syam untuk meminta bantuan kepada Raja Romawi, pent). Kemudian ia bersurat kedapa kaum munafik (di Madinah) agar mereka membangun Masjid, maka kaum munafik membangun masjid (Dhirar) atas petunjuk darinya. Mereka berkumpul untuk mewujudkan keinginan mereka untuk membuat makar dan tipu daya kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan sahabat beliau (mereka beralasan membangun masjid untuk orang yang sakit dan orang tua, pent).” Majmu’ Fatawa wa Rasail 6/226-227
Perintah agar tidak shalat di masjid tersebut dan agar menghancurkannya
Allah Ta’ala berfirman, “Janganlah kamu bersembahyang dalam masjid itu selama-lamanya. Sesungguh- nya masjid yang didirikan atas dasar taqwa (masjid Quba), sejak hari pertama adalah lebih patut kamu sholat di dalamnya.” (QS. At Taubah: 108)
Ibnu Katsir rahimahullah berkata, “Kemudian Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengutus Malik bin Dukhsyum, Ma’an bin Adi, ‘Amir bin As-Sakan dan Wahsyi. Kemudian berkata, ”Pergilah kalian ke masjid yang didirikan oleh orang-orang dzalim (masjid dhirar), kemudian hancurkan dan bakarlah.”
Maka keduanya pun berangkat dengan segera. Malik bin Dukhsyum mengambil api (pelepah kurma) dari rumahnya. Mereka bertolak lalu membakar dan menghancurkannya. [muslimafiyah]

NASA Curiosity Temukan Dasar Sungai Kuno di Mars

detail berita
(Foto: Softpedia)
NASA Curiosity, robot berpenggerak roda yang dilengkapi laboratorium internal telah berada di Mars sejak Agustus tahun lalu. Robot penjelajah planet merah ini kabarnya telah menemukan dasar sungai kuno di permukaan Mars.

Dilansir Softpedia, Jumat (31/5/2013), NASA mengumumkan bahwa Curiosity telah menemukan bukti dasar sungai kuno di permukaan planet merah. Gambar yang ditangkap robot mutakhir ini memungkinkan bagi ilmuwan untuk menganalisis formasi batu.

Selain menganalisis formasi batu, mereka juga akan menentukan bahwa temuan Curiosity ini merupakan bagian dari dasar sungai yang pernah ada di Mars. Peneliti mengidentifikasi beberapa situs di Mars, di mana Curiosity telah mengabadikan gambar situs tersebut selama misi 40 hari pertama.

Ilmuwan mengatakan, satu dari tiga batu yang menyerupai aspal, yang disebut 'Goulburn' sesungguhnya merupakan lokasi pendaratan Curiosity berikutnya. Sementara dua batu lainnya, 'Link' dan 'Hottah' berjarak sekira 50 dan 100 meter dari lokasi pendaratan Curiosity.

Rebecca Williams dari Planetary Science Institute mengungkapkan, dasar sungai kuno di Mars persis seperti yang ada di Bumi. "Kebanyakan orang akrab dengan kerikil sungai yang membulat (di Bumi)," ungkap Rebecca.

Ia menjelaskan, ada banyak tanda-tanda bahwa batu serta kerikil yang ada di Mars ini merupakan dasar sungai kuno. Peneliti melihat hingga 515 batu dan kerikil. Kerikil yang besar dikelompokkan, yang menunjukkan pergerakkan dan kemudian diikuti oleh sebagian pasir seperti di Bumi.

Dengan penataan kerikil dan melihat ukuran batu kecil tersebut, para ilmuwan menentukan kecepatan bekas aliran sungai kuno ini sekira satu meter per detik. Ilmuwan juga mengestimasi kedalaman sungai kuno ini dahulu mencapai setinggi mata kaki atau pinggul manusia dewasa. (fmh)

Misteri Ruang dan Waktu



Oleh: Nur sidqon*
* Praktisi Ilmu Falak di Farabi Institute
Judul Buku  : A Brief History Of Time – SejarahSingkatWaktu
Penulis  : Stephen hawking
Penerbit : PT. Gramediapustakautama
TahunTerbit : Cetakan I, 2013
TebalBuku : 203 halaman
ISBN   : 978-979-22-9212-1
Harga Buku : Rp. 55.000,-

Alam semesta merupakan ruang raksasa yang sangat luas. Tersimpan banyak misteri di dalamnya, mulai dari waktu penciptaan hingga kapan alam semesta akan punah. Tentunya untuk mencari jawaban dari misteri-misteri tersebut butuh rasionalitas tinggi di sertai observasi yang didukung dengan teknologi canggih.
Lewat bukunya yang berjudul “A brief history of time: Sejarah Singkat Waktu”, Stephen Hawking memberi informasi penting mengenai bagaimana alam semesta bermula-–dan apa yang memulainya?  Adakah ujung alam semesta, dalam ruang maupun waktu? Adakah dimensi lain dalam alam semesta? Apa yang terjadi ketika alam semesta berakhir? Semua di bahas dalam buku setebal 203 halaman tersebut. Sehingga setelah membaca buku ini kegamangan mengenai konsepsi alam semesta yang meliputi ruang dan waktu mulai mendapati titik cerahnya.
Dalam bukunya itu hawking memasukkan kemajuan teoretis dan pengamatan. Ia jabarkan kemajuan yang di capai akhir-akhir ini dalam menerima “dualitas” atau korespondensi antara teori-teori fisika yang sepintas tampak berbeda. Juga hasil dari pengamatan pengukuran fluktuasi radiasi latar gelombang mikro kosmik oleh COBE (Satelit Cosmic Background Explorer) dan kolaborasi lainya.
Pada umumnya para ilmuan dalam menjabarkan alam semesta biasanya berdasarkan dua teori dasar yang menjelaskan sebagian –teori relativitas umum dan mekanika kuantum. Tapi sayangnya ke dua teori ini tidak konsisten satu sama lain –tak mungkin benar kedua-duanya. Oleh karena itu, buku ini hadir dengan tujuan mencari teori baru yang akan mencakup keduanya sebagai satu teori pamungkas yang menjabarkan seluruh alam semesta.(hal. 12)
Dengan hadirnya buku “A brief history of time : sejarah singkat waktu”  membawa pemahaman baru akan konsepsi ruang dan waktu sekaligus merupakan revolusi intelektual terbesar pada abad keduapuluh. Hawking mengubah gagasan lama alam semesta yang tak berubah, dan bisa telah dan terus ada selama-lamanya, di gantikan gagasan alam semesta yang dinamis dan mengembang yang bermula pada waktu tertentu yang sudah lampau dan berakhir pada waktu tertentu kelak (hal.35). Dalam hal ini   Hawking mengakui adanya keterlibatan campur tangan Tuhan dalam proses penciptaan alam semesta.
Sama halnya dengan konsep waktu, selama ini yang kita tahu adalah waktu selalu bergerak maju. Maka dalam kehidupan nyata tidak pernah kita jumpai pecahan-pecahan gelas mendadak mengumpul dari lantai dan melompat kembali ke atas meja kemudian membentuk gelas yang utuh. Namun ruang waktu lain yang di perkenankan teori relativitas umum, dan memungkinkan perjalanan ke masa lalu sudah di temukan. Salah satunya adalah bagian dalam lubang hitam atau biasa di sebut lubang cacing (wormholes) yang berotasi (hal. 151).
Lubang hitam atau lubang cacing bak ‘jembatan waktu’ yang bisa mengantarkan seseorang ke masa lalu ataupun ke masa depan. Maka kita bisa membayangkan seseorang yang hari ini rumahnya kebakaran kembali ke masa lalunya guna mematikan batang rokok yang ada di kamarnya sehingga tidak akan pernah terjadi kebakaran.
Sepintas, semua yang dijelaskan dalam buku ini nampak seperti omong kosong belaka yang keluar dari khayalan seorang Stephen Hawking atau lebih mirip film-film fiksi sains yang menceritakan tentang manusia yang bisa kembali ke masa lalu dengan menggunakan mesin waktu. Akan tetapi sebagaimana yang telah kita ketahui banyak gagasan-gagasan fiksi sains masa lalu seperti kapal selam dan perjalanan ke Bulan, telah menjadi fakta sains di masa sekarang, di samping itu pembahasan ini memang sudah menjadi spesialisasi dari seorang Stephen hawking, yang merupakan Lucasian Profesor of Mthematics di University of Cmbridge. Di tambah dengan data-data hasil pengamatan terbaru menggunakan technologi yang canggih sehingga membuat orang tidak akan lagi menanyakan tentang kebenaran dari gagasan-gagasan tersebut.
Di dalam bukunya Stephen hawking tidak hanya menjelaskan gagasanya mengenai konsep alam semesta yang meliputi ruang dan waktu, gagasan dari tokoh-tokoh lain pun turut ia masukkan. Nama-nama seperti Aristoteles, Ptolomeus, Albert Einstein, Galileo Galilei, Isac Newton, Edwin Hubble, Immanuel kant serta Filsuf-filsuf dan Tokoh-tokoh astronomi lainya akan sering kita jumpai di setiap lembaran-lembaran buku ini. Baik sebagai pembanding gagasan mana yang lebih benar ataupun sekedar untuk menguatkan pendapat.
Membaca buku “A brief history of time: Sejarah Singkat Waktu” membuat kita membayangkan seakan sedang duduk dalam sebuah ruang, mendengarkan apa yang di diskusikan Hawking hingga akhirnya kepala kita mengangguk-ngangguk takjub di buatnya atas apa yang ia jelaskan kepada kita.  Begitu mendalam sainsya, konsep-konsepnya sangat besar di barengi dengan bahasa penyampaian yang enak di baca, sehingga karena keahliannya dalam mengolah kata membuat sesuatu yang sukar menjadi mudah di baca sekaligus mudah di pahami.

Editor :
Jodhi Yudono

Menelusuri Historiografi Sejarah Sumatra

Historiografi kolonial memandang kaum pribumi, Indonesia, atau tempat-tempat yang kemudian menjadi bagian dari Indonesia sebagai pinggiran dalam narasi sejarah. Dalam penulisannya sering tidak ditulis lengkap karena unsur kepentingan lain yang menimbulkan adanya perbedaan atau penyimpangan dalam penulisan.
Ø Dari segi penulisan , penulis memandang dari satu sudut si penulis yang tidak lain merupakan dari bangsa lain, tetapi tidak lepas dari pemikiran yang luas atau universal.
Ø Contohnya saja pada pengklasifikasian Masyarakat dan karakteristik penduduk di Pulau Sumatra pada halaman 239, perbandingan ini sangat tidak mudah bagi Marsdem sendiri, kerena walaupun berada di bawah sistem masyarakat Eropa yang tertata rapi, Disini Marsden menaruh penduduk Sumatra sebagai tingkatan ke 3 yaitu penduduk yang tingkatanya lebih beradab. Bangsa Eropa yang paling erat hubungan dengan orang Sumatra adalah Inggris yang telah bermukim di pulau mereka.
Ø Urutan secara kronologis, maksud terperinci yaitu dari satu hal ke hal lain. Di buku Sejarah Sumatra ini menuliskan kejadian secara kronologis dari gambaran umum pulau Sumatra sampai catatan singkat tentang pulau-pulau di lepas Pantai Pesisir Barat Sumatra.
Ø Sudut pandang yang memusat pada indonesiasentris, tetapi pada kenyataan nya di buku ‘Sejarah Sumatra’ sendiri lebih condong ke eropasentris.
Ø Ciri dari Historiografi ini juga tidak terlepas dari bangsa Asing yang tujuannya adalah menyediakan fakta dan data untuk seorang peneliti mengenai sejarah guna menghindari kesalahpahaman penjelajah serta mengeksplorasi berbagai sudut dunia yang belum diketahui seperti di halam pertama buku Sejarah Sumatra.
Ø Historiografi kolonial sangat membantu dalam penulisan sejarah dan tidak terlepas dari fakta-fakta dan kejadian. Marsden berusaha membuktikan serangkaian fakta otentik yang beraturan dan menjelaskan segala sesuatu kenyataan, dari pada menunjukan kreativitas dalam berimajinasi.
Ø Sebagai contoh di halaman 421 tentang Kerajaan Indrapura, disini kerajaan tersebut pecah karena pecahnya Imperium Menangkabau karena dianggap kerajaan Indrapura kerajaan yang kurang penting. Disini Marsden melihat dari catatan sejarah yang diberikan oleh Sultan Bantam kepada Corneille le Brun.
Ø Bentuk dari historiografi kolonial berbentuk laporan: Dimana dalam ‘Sejarah Sumatra’ setelah saya baca berbentuk data-data yang penulisanya subyektif , data yang diambil oleh Marsdem tidak seluruhnya oleh pengamatannya sendiri, tetapi dibantu rekan-rekannya yang berada di Sumatera dan orang-orang Eropa yang sedikit mengerti tentang kawasan Sumatera.
Ø Didalam buku ini bahasa yang digunakan universal, dapat diartikan dapat dibaca oleh siapa saja

Angelo W

Fase Akhir Majapahit (3)

Suriname
Suriname merupakan bekas jajahan Belanda di Amerika Selatan. Pada sekitar tahun1890, Pemerintah Hindia Belanda melakukan pengiriman tenaga kerja dari Indonesia (Hindia Belanda) ke Suriname untuk menggantikan tenaga budak dari Afrika. Tenaga kerja tersebut menggunakan sistem kontrak, yang bekerja pada kebun tebu, kakao, dan tambang bauksit. Setelah kontrak selesai, tenaga kerja tersebut ada yang pulang ke Jawa, dan adapula yang menetap di Suriname.
Pada tahun 1950, Suriname mengadakan pemilihan umum. Sesudah legislatif terbentuk, maka Suriname menjadi daerah otonomi negara Belanda, maka otomatis penduduk asal Jawa menjadi warganegara Belanda. Pada tahun 2004 diadakan sensus penduduk, orang etnis Jawa di Suriname berkisar 71.879 dari 492.820 jiwa Suriname.
Biarpun masyarakat Jawa hidup di Suriname sudah beratus tahun dan beranak turun, tetapi mereka tetap berusaha melestarikan budaya Jawa. Terdapat grup jathilan, ludruk, kethoprak, wayang kulit di Suriname. Maka tidak mengherankan bila penduduk Suriname tidaklah asing dengan penyanyi campur sari semodel Didi Kempot, Cak Dikin dan sebagainya.
Kerajaan
Buku ini mengkaji konsep kerajaan-kerajaan di Indonesia berkaitan dengan mutasi budaya yang telah terjadi dari budaya lokal yang sangat kuat yang telah mengalami dua periode mutasi akibat pengaruh budaya Asia.
Mutasi pertama adalah proses “indianisasi” pada periode penyebaran agama Hindu & Budha yang mencapai puncaknya pada masa kejayaan Majapahit. Bisa dikatakan mutasi pertama ini telah berhasil menyatukan budaya lokal dengan pengaruh “indianisasi” menjadi suatu yang menghasilkan banyak karya budaya yang megah dan kerajaan-kerajaan yang besar (Singasari, Sriwijaya dan Majapahit) Peninggalan candi-candi megah di Jawa Tengah (Borobudur dan Prambanan).
Indianisasi yang terjadi bukanlah sesuatu pengambil alihan secara total budaya India tapi lebih bersifat paduan dengan budaya lokal. Ahli-ahli dari India datang ke Indonesia untuk melihat peninggalan candi-candi Hindu & Budha berpendapat bahwa memang ada kemiripan dengan apa yang ada di India tapi samasekali bukan budaya India. Di India secara tegas dipisahkan antara Hindu dan Budha. Borobudur disamping ada unsur Budha terdapat relief yang berisi kisah Mahabarata yang Hindu, bahkan ada relief yang bukan Budha bukan Hindu tapi kisah-kisah dari budaya lokal.
Contoh yang paling pas bahwa budaya India tidak sepenuhnya dijalankan di Jawa adalah budaya wayang purwo. Walaupun cerita dan tokoh utamanya adalah dari kisah Ramayana & Mahabarata dalam realitas ceritanya tidak pas 100% dengan cerita yang ada di Ramayana dan Mahabarata. Banyak kandungan lokal yang sudah masuk dalam cerita wayang, termasuk adanya unsur panakawan (Semar, Gareng, Petruk dan Bagong).
Mutasi kedua yaitu proses pengislaman yang tidak tuntas, karena walaupun orang Jawa/Indonesia berhasil di Islamkan, dalam kenyataanya tidak ada kerajaan Islam di Indonesia yang bisa menggantikan kedudukan Majapahit dalam pencapain menjadi kerajaan besar. Proses pengislaman telah menyurutkan kejayaan Majapahit menjadi banyak kesultanan-kesulatan kecil dengan otonomi dan wilayah yang terbatas. Paling besar adalah kerajaan Mataram pada masa Sultan Agung, itupun cepat menyurut seiring dengan bekembangnya kolonialisme Belanda. Bahkan pada saat Indonesia merdeka, tokoh-tokoh Islam di Indonesia tidak berhasil menjadikan Islam sebagai dasar negara. Secara aklamasi menetapkan Pancasila sebagai dasar negara.
Warisan kerajaan-kerajaan konsentris: konsep kerajaan-kerajaan di Jawa/Indonesia adalah konsep raja sebagai poros kekuasaan yang dikelilingi oleh para assistennya termasuk para penguasa didaerah. Untuk memperkuat kedudukannya di daerah, cara yang dipakai adalah sistem keluarga, dimana penguasa-penguasa di daerah adalah kalangan keluarga dekat raja atau dilakukan pernikahan dengan keluarga dekat raja sehingga raja tidak dikhawatirkan dengan sikap pembangkangan yang mungkin timbul. Kadang-kadang juga dengan menyandera salah satu keluarga penguasa daerah untuk tetap tinggal di lingkungan istana, tentunya kalau ingin tetap selamat, penguasa daerah harus tetap loyal kepada raja.
Raja sebagi pusat poros kekuasaan, dianggap sebagai perwujudan dewa pada masa pengaruh agama Hindu, contohnya Airlangga dan Ken Arok diangap sebagai perwujudan Wisnu. Pada masa penyebaran agama Islam, ada mitos bahwa raja adalah sebagai wakil Tuhan di dunia, oleh karena itu untuk menjadi raja harus mendapat “wahyu kraton” yang berupa cahaya cemerlang yang masuk dalam tubuh raja tersebut (kepercayaan ini bukanlah asli dari agama Islam, tapi lebih pada kepercayaan lokal, bahkan mungkin dari pengaruh Hindu).
Pusat poros kekuasaan ini terefleksi dengan nama raja-raja di Jawa – Paku Buwono yang berarti paku dunia, Paku Alam yang berarti paku semesta alam, Hamengku Buwono yang berarti memangku dunia. Juga gelar yang disandang: Senapati ing Alaga Ngabdurrokhman Sayidin Panatagama Khalifatullah yang berarti raja adalah panglima tertinggi, pengatur agama juga pemimpin yang ditunjuk oleh Tuhan. Ini juga pengaruh warisan lama dari pewayangan bahwa raja yang baik adalah “ratu pinandito” raja yang sekaligus juga bersifat pendeta, suatu usaha agar tidak terjadi dualisme kekuasaan antara kekuasan raja dan kekuasaan pendeta/ulama.
Poros kekuasaan raja sebagai kekuasan absolut menimbulkan suatu ruang kebebasan dalam masyarakat Indonesia. Ini disebabkan makin jauh dari ibukota dimana kerajaan itu berada, kekuatan kekuasan raja makin menipis. Ruang pedesaan dan hutan terdapat suatu ruang kebebasan dimana orang-orang yang tidak sehaluan dengan raja, mengembangkan budaya kebebasan mereka sendiri yang umum disebut sebagai budaya pinggiran. Bukti adanya suatu budaya mandiri yang lepas dari kekuasan adalah adanya kisah perjalanan seperti Serat Centini di Jawa Tengah dan Bujangga Manik di Jawa Barat. Kisah perjalanan ini banyak menceritakan tentang kantong-kantong daerah di seluruh Jawa yang terlepas dari pengaruh kerajaan, kisah-kisah kebijakan para pertapa dan kyai-kyai yang mengembangkan otoritas mereka sendiri-sendiri dalam wilayah terbatas lepas dari kekuasaan raja.
Danys Lombart mengakhiri ulasannya pada masa pemerintahan Pak Harto yang melihat bahwa pola pemerintahan Pak Harto adalah merupakan warisan budaya kerajaan konsentris, dimana kekuasaan pemerintahan cenderung absolut dan dalam mengembangkan kekuasaan pemerintah pusat menggunakan tipikal persaudaraan walaupun dalam realisasi bukan keluarga dalam arti sebenarnya tapi dalam lingkup persaudaraan jaringan militer Angkatan Darat.
Sedangkan kantong-kantong kebebasan di daerah pinggiran, dengan makin menciutnya daerah lahan hutan, beralih masuk kota yang merupakan kebebasan daerah kumuh di perkotaan-perkotaan yang juga tidak tersentuh kekuasaan formal negara: banyak orang tidak punya ktp, kumpul kebo, punya penguasa tersendri dalam kelompoknya, tidak mengikuti apapun aturan dan arahan dari struktur kenegaraan.
Sedangkan paska reformasi 1998, kalau mengacu pada pola pikir Danys Lombart bisa disimpulkan: adalah kelanjutan dari pertarungan golongan-golongan yang pro pembaratan dan yang anti pembaratan. Realitasnya golongan pro-pembaratan telah memenangkan pertarungan dimana semua konsep kenegaraan dan ekonomi meniru konsep-konsep yang berasal dari Barat.
Tamat.
*) Tulisan ini terinspirasi dari diskusi, membaca, dan mengkaji sekira tahun 2010 an.

banyu W

Fase Akhir Majapahit (2)

Buku ini mengkaji jaringan perdagangan Asia yang berpengaruh dalam perkembangan kebudayaan Indonesia sejak awal bukti-bukti sejarah tertulis dikenal s/d abad ke-20.
1. Bandar-bandar persinggahan kuno:
# Sumber-sumber tulisan kuno di Cina mengatakan bahwa hubungan perniagaan di pulau Jawa dengan dunia luar sudah ada sejak jaman sebelum Masehi. Jawa disebut dengan berbagai nama: Ye-po-ti, Yawadwipa, Shepo, dll. Perniagaan terjalin dengan berbagai kerajaan di Asia.
# Puncak kejayaan Jawa sebagai pusat perniagaan terjadi pada abad ke-13 s/d 15 (masa kejayaan Majapahit). Jawa menarik keuntungan besar dalam perniagaan dengan kerajaan di Asia lainnya dengan menguasai jalur perdagangan rempah-rempah yang berasal dari Indonesia Timur. Ditegaskan dalam transkripsi:
i. Naskah Marcopolo yang pada tahun 1271 berkunjung ke Sumatera, walaupun tidak singgah ke Jawa, menulis: Pulau itu kaya sekali. Ada semua rempah-rempah yang langka di dunia. Pulau itu didatangi sejumlah kapal besar dan pedagang yang membuat laba tinggi disana. Di pulau itu terdapat harta kekayaan sedemikian banyaknya hingga tak ada seorangpun didunia ini yang bisa menghitungnya dan menceritakannya.
ii. Naskah Negarakertagama menceritakan ada 98 nama tempat yang dikatakan tergantung pada Majapahit dalam perniagaan dan wajib membayar pajak yang kalau ditempatkan di peta meliputi keseluruhan wilayah Indonesia sekarang. Didalamnya ada 16 nama yang terletak di Semenanjung Melayu: Pahang, Langkasuka (Langkawi), Kelantan, Trengganu, Tumasik (Singapura), Kelang, Kedah.
# Kemajuan pesat Kesultanan-Kesultanan (abad ke-16 s/d 18): Dengan menyurutnya kekuasaan Majapahit dan penyebaran agama Islam mulai sekitar abad ke 15, peranan kegiatan perniagaan digantikan oleh Kesultanan yang tumbuh di Jawa: Giri, Demak/Pajang, Cirebon/Banten. Kesultanan menguasai perdagangan dengan dunia luar termasuk dengan pedagang-pedagang dari Eropa.
# Gerak surut di Bidang Politik dan Persaingan di Bidang Ekonomi (abad ke 19 s/d 20): Terpecahnya kesultanan-kesultanan di Jawa dalam masalah suksesi memberi kesempatan bagi Belanda campur tangan dan mengambil alih fungsi perdagangan di Jawa/Indonesia ke dunia luar. Kerajaan Jawa (Mataram) menyuruk kepedalaman dan lebih menggantungkan diri pada sektor pertanian, suatu perubahan drastis sekaligus kemunduran Jawa/Indonesia di bidang politik dan persaingan ekonomi. Note: Hal ini terjadi sampai saat ini dimana perdagangan di Indonesa masih sangat tergantung pada orang-orang asing dan sangat tertatih-tatih untuk bangkit kembali dalam kemandirian.
2. Pengaruh Islam: Menurut Danys Lombart dari penduduk Indonesia pada tahun 1988 yang 175 juta, kurang lebih 90% beragama Islam, atau sekitar 157 juta. Paling tidak separo dari 157 juta orang yang disebut statistik beragama Islam terdiri dari “orang Jawa” yang kebanyakan masih menganut pandangan hidup dan pola kerohanian yang jauh dari prinsip-prinsip Islam. Bagaimanapun juga, mustahil melihat kaum Muslim Indonesia sebagai suatu kebulatan. Ulama-ulama yang paling aktifpun menyadari keanekaan kaum Muslim di Indonesia yang ada adalah “berbagai corak Islam di Indonesia”. Penyebaran Islam di Indonesia sendiri bermula dari para pedagang yang mengarungi lautan sampai ke Madagaskar dan keseluruh Asia Timur dan Selatan. Oleh karena itu pengaruh Islam sangat menonjol didaerah pelabuhan di pesisir utara Jawa. Baru pada mulai abad ke 16, Islam menyebar melalui jaringan agraris dengan munculnya pesantren-pesantren di pedalaman pulau Jawa. Ini sejalan juga dengan peralihan pola hidup bangsa Jawa/Indonesia dari pola kehidupan perdagangan menjadi pola kehidupan agraris.
3. Pengaruh Cina: Lebih mudah melihat pengaruh Islam dalam masyarakat Jawa/Indonesia dibandingkan dengan pengaruh Cina. Walaupun ada penyerapan budaya Cina dalam masyarakat Jawa/Indonesia. Tapi agak berbeda dengan penyerapan pengaruh budaya Cina di daerah Asia Tenggara daratan seperti: Thailand, Burma, Vietnam, Kamboja, dan Laos yang relatif lebih terasa. Ini disebabkan karena para pendatang Cina ke Indonesia pada awalnya abad ke-15 justru mereka yang menyerap budaya lokal dengan menjadi petani dan beralih ke agama Islam. Sehingga pendatang Cina tidak dianggap sebagai ancaman pada masyarakat lokal dan membaur begitu saja dalam masyarakat Jawa/Indonesia. Bahkan ada beberapa sumber yang mengatakan bahwa beberapa dari “Wali Sanga” berkebangsaan Cina. Peralihan peranan pendatang Cina terjadi mulai abad ke 18 ketika Belanda mendatangkan banyak tenaga dari Cina untuk pembukaan perkebunan dan pertambangan. Setelah perkebunan menghasilkan, Belanda memberikan peranan pengumpul hasil perkebunan atau peranan distribusi pada sistem perdagangan. Ada tiga hal yang menyebabkan perubahan sikap pendatang Cina yang datang belakangan (sejak abad 18) dibandingkan dengan para pendatang Cina yang datang lebih dahulu:
# Kedatangan besar-besaran pada abad 18 dan 19 menimbulkan suatu kelompok besar komunitas Cina (sekitar 500.000 pada akhir abad ke-19) sehingga mereka berkeinginan punya identitas sendiri.
# Pendatang Cina membawa serta keluarga mereka sehingga tidak terjadi asimilasi natural dengan warga lokal.
# Perkembangan kebangkitan nasionalisme Cina pada akhir abad ke-18 yang berimbas membangkitkan kembali kebanggaan sebagai bagian dari kelompok etnis Cina.
Walaupun tidak sebesar pengaruh budaya India, budaya Islam, pengaruh budaya Barat. Ada juga pengaruh budaya Cina pada masyarakat Jawa/Indonesia yang terlihat pada busana, tarian, pertanian, adaptasi kata-kata bahasa Cina kedalam bahasa Jawa/Indonesia (arak, anglo, bakiak, petai, soto, dll). Cina di Indonesia, yang dahulu Muslim, mereka sedikit demi sedikit di-Cina-kan kembali. Karena disaingi oleh kaum borjuis (bangsawan) pribumi dan ditinggalkan oleh Belanda menjadi etnis minoritas disatu negeri dengan mayoritas Islam.
Struktur jaringan-jaringan perdagangan Asia yang rumit telah membentuk kebudayaan Indonesia. Lebih sekedar pengaruh Barat tapi juga pengaruh: resistensi budaya lokal, budaya India, budaya Islam, dan budaya Cina.
*) Tulisan ini terinspirasi dari diskusi, membaca, mengkaji sekira tahun 2010-an.

Banyu W

Fase Akhir Majapahit

Buku Nusa Jawa Silang Budaya adalah terjemahan hasil karya Denys Lombart – seorang orientalist asal Prancis – dengan judul asli Le Carrefour Javanais dalam bahasa Perancis yang terbit pada tahun 1990 dan terjemahannya berjudul Nusa Jawa Silang Budaya. Buku terjemahan ini terdiri dari 3 jilid yang dilakukan oleh tim Pusat Dokumentasi dan Penelitian EFEO, Jakarta. Ringkasan ini mendasarkan diri pada buku terjemahan tersebut yang diterbitkan P.T. Gramedia Pustaka Utama pada tahun 1996.
Ringkasan isi Nusa Jawa Silang Budaya (1) – Batas-Batas Pembaratan: Isi buku ini mencoba mengkaji seberapa besar pengaruh pemikiran Barat terhadap masyarakat Indonesia terutama masyarakat Jawa yang punya pengaruh kuat dalam pembentukan budaya Indonesia.
Beberapa kesimpulan yang ditarik oleh Danys Lombart adalah:
1. Kedatangan Belanda pada tahun 1596 yang kemudian jengkal demi jengkal meluaskan pengaruh penjajahannya dan akhirnya berhasil membentuk tanah koloni bernama Hindia Belanda tidak secara otomatis merubah cara berpikir penduduk lokal terpengaruh dengan cara berpikir Barat. Hal ini disebabkan penduduk Belanda yang berada di koloni Hindia Belanda sangat kecil jumlahnya untuk mampu mempengaruhi budaya lokal. Apalagi Belanda dalam menjalankan tata pemerintahan kolonial menggunakan tangan para bangsawan lokal jadi tidak secara langsung berhadapan dengan masyarakat lokal secara luas.
2. Pengaruh pemikiran Barat baru mulai pada abad ke 19 melalui:
# Komunitas-Komunitas Kristen yang melakukan penyebaran agama Kristen di kalangan bangsawan dan rakyat jelata yang memasukkan unsur-unsur budaya Barat didalamnya.
# Melalui para bangsawan lokal yang diizinkan oleh Belanda mendapat pendidikan Barat untuk keperluan administrasi birokrasi pemerintahan Hindia Belanda. Hal ini yang akhirnya menjadi bumerang bagi Belanda karena cikal bakal pergerakan kemerdekaan berasal dari kalangan ini.
# Tentara dan Akademisi – hal ini dimulai pada awal perang kemerdekaan dimana doktrin militer mulai berorientasi meniru model doktrin militer Barat dalam melakukan perlawanan terhadap Jepang maupun Belanda dan diteruskan pada paska 1950 dimana banyak kalangan militer dan akademisi dikirim untuk belajar di negara-negara Barat (terutama Amerika Serikat).
# Terbentuknya Kelas Menengah. Sejalan dengan kemajuan ekonomi dan pendidikan yang mengacu dengan sistem Barat. Pemikiran Barat mulai memasuki masyarakat Indonesia paska pemerintahan Presiden Sukarno dengan segala embel-embel peniruan budaya Barat dengan mulai terbentuknya kelas menengah di Indonesia.
Kemudian Danys Lombart membahas pengaruh pembaratan di Indonesia yang meluas dibidang-bidang: teknologi, ekonomi, demografi antara pedesaan dan perkotaan dimana budaya Barat lebih terasa di perkotaan tapi tidak begitu terasa di pedesaan yang masih tetap berorientasi pada budaya lokal, busana, tingkah laku, dan bahasa. Sebagai akibatnya terjadi erosi terhadap budaya daerah.
Pada akhir jilid 1, Nusa Jawa Silang Budaya, Danys Lombart mengkaji lebih jauh apakah pembaratan di Indonesia merupakan suatu peralihan budaya Indonesia yang sepenuhnya menuju masyarakat yang berorientasi ke budaya Barat atau justru ada suatu penolakan terhadap pengaruh budaya Barat dan mencoba menegaskan bahwa budaya lokal adalah budaya yang harus dipertahankan dan dilestarikan.
Ada dualisme terjadi dalam masyarakat Indonesia yaitu golongan-golongan masyarakat Indonesia yang mendorong pembaratan Indonesia lebih lanjut tapi ada juga golongan-golongan yang menolak secara tegas pengaruh budaya Barat dan mencari sumber Timur atau lokal dalam membentuk masyarakat Indonesia. Hal ini yang memunculkan nasionalisme Indonesia dengan kemunculan Budi Utomo pada tahun 1908 yang membangkitkan kebangkitan nasional dengan lebih menekankan kecintaan dengan sesuatu yang bersifat lokal yang mengilhami para pemuda Indonesia melahirkan sumpah pemuda: satu nusa, satu bangsa, satu bahasa, Indonesia.
Sangat menarik kutipan di buku ini ucapan dari DR. Rajiman (salah satu pendiri Budi Utomo), yaitu: “Jika pribumi dipisahkan sepenuhnya dan secara paksa dari masa lalunya, yang akan terbentuk adalah manusia tanpa akar, tak berkelas, tersesat diantara dua peradaban”.
Kebangkitan budaya lokal ini juga diperkuat dengan pengaruh Islam di pesantren-pesantren yang pada zaman Belanda, tetap mengajarkan agama Islam beserta budaya lokalnya yang mengacu pada ajaran “Wali Sanga”. Bahkan pada saat itu sesuatu yang berbau Barat ditabukan di pesantren-pesantren. (Note: Hanya belakangan ini pesantren-pesantren mengajarkan teknologi ataupun ilmu pengetahuan yang berasal dari Barat. Apakah ini suatu indikasi pembaratan makin meluas pada pascapemerintahan Presiden Sukarno?).
Menarik juga bahwa pada akhir tulisan dikatakan bahwa Pancasila adalah suatu ideologi lokal yang berusaha untuk membendung pengaruh berkembangnya ideologi yang bersumber dari Barat. Pemimpin masa lalu yang lebih kita kenal sebagai founding father selalu mengatakan bahwa Pancasila adalah ideologi yang lebih unggul dari ideologi apapun yang berasal dari Barat.
Juga konsep politik “berdikari” yang dicanangkan Bung Karno adalah suatu usaha penolakan budaya Barat melalui kemandirian ekonomi. Dengan kemandirian dibidang ekonomi, Indonesia punya kebebasan menentukan nasib budaya Indonesia ditangan bangsa Indonesia sendiri. Suatu pemikiran yang jauh ke depan.
Berdasarkan kesimpulan adanya resistensi pengaruh Barat dan penggalian kembali nilai-nilai ketimuran, lebih jauh Danys Lombart akan menganalisis masyarakat Indonesia yang punya kecenderungan sinkretik dalam pengertian terbuka tehadap pengaruh budaya luar tapi tetap menjaga nilai-nilai lokal yang berakar sangat dalam.
*) tulisan di atas terinspirasi dari membaca, diskusi, mengkaji sekira tahun 2010 an.

Banyu W